Ketika rambutku rontok dengan perhelainya apa kamu masih mau
membelainya?
Ketika tanganku tak bisa lagi menggenggam tanganmu, apa kamu
masih mau menggenggam tanganku?
Ketika aku terbangun dari tidurku, lalu aku lupa akan
semuanya, apa kamu akan mengingatkanku atau berusaha pergi dariku?
Lalu ketika kakiku lumpuh apa mungkin kau akan
menggendongku. Dan ketika mataku tidak bisa melihat apa kamu mau menuntunku.
Dan yang terakhir ketika detak jantung dan nafasku terhenti. Aku telah menjawab
semua pertanyaanmu dik semuanya “pasti” tapi kenapa ketika semuanya belum aku
lakukan kamu pergi begitu saja bagaikan angin lalu.
Sebulan lalu tepat di yayasan kanker aku mengajakmu disini,
aku hanya bisa terdiam membawa balon dan permen untuk aku sumbangkan pada
penyandang penyakit kanker. Aku terpaku disini mataku tertuju pada bangku tua
yang sempat aku duduki saat bersamamu. 33 hari lalu…
“morning cha, lagi dimana?” pesan singkat dari sahabat
kecilku dika.
“morning juga dik, aku di rumah.”jawabku singkat.
“aku sudah tiba di jakarta loh, kamu bisa temani aku bermain
basket? Aku rindu bertanding basket bersamamu.” jawabnya.
“tentu kebetulan hari ini aku nggak ada kuliah, nanti siang
jam 1 gimana? Di tempat biasa kita bertanding ya, masih ingat nggak hehe..”
jawabku.
“kamu pikir otakku tertinggal di bangkok, taman komplek
dekat rumahmu itu bukan.” jawabnya.
“yaps aku pikir sih begitu haha… Ya sudah aku tunggu loh jam
1.” jawabku.
“siap ibu bos..” jawabnya.
Aku segera bangun dari tempat tidurku, jujur aku ragu dengan
bertemu dika kembali. Aku takut rasa itu kembali timbul kembali dimana rasa
yang lebih dari sahabat yang aku pendam. Ya mungkin aku yang salah dari awal
aku menyimpan rasa yang lebih bahkan aku sempat berfikir lebih aku bisa
berpacaran dengan siapapun tapi bila aku menikah itu cuma sama kamu iya dika
kamu orang yang telah lama aku tunggu. 5 tahun lalu ketika aku baru berumur 12
tahun aku berpisah dari dika. Dia harus pergi bersama keluarganya untuk pindah
ke bangkok. Hingga tepat jam 1 nanti aku akan melihat sebuah pelangi yang sudah
tak nampak disaat redanya hujan akan muncul di depan mataku.
Tepat jam 1, yaps aku akan menjemput sebuah pelangi iya
tepat di taman komplek. Aku langkahkan kakuku menuju taman komplek, ketika aku
sampai tepat di taman komplek aku melihat dari kejauhan seseorang memakai kursi
roda dengan sweater berkupluk tidak henti melihatku. Aku kirim pesan singkat
pada dika. “dimandose? Tidak lupa dengan janjimu bukan, atau kau takut
melawanku hey pria tampan!”. Aku masih asik duduk di bangku taman sambil
memegang bola basket. Seseorang berkusi roda itu menghampiriku. “hey caa, masih
mengenaliku?” kata seseorang itu.
“kamu siapa, apa kita pernah bertemu?” jawabku heran.
“aku sahabt kecilmu yang sering sekali mengambil permen
karetmu, dan menghabiskan makanan kesukaanmu, ingat bukan siapa aku?” jawabnya.
Entah aku hanya terdiam ketika aku tau seseorang yang ada di
hadapanku saat ini adalah sahabat kecilku dika, air mataku jatuh dengan
sendirinya tangan dan kakiku kaku seketika.
“hello caa, kamu terkejut dengan keadaanku?” kata dika
sambil menepuk pelan pundakakku.
“tidak, kamu kenapa bisa seperti ini?.” tanyaku.
“aku mengalami kecelakaan 2 tahun lalu di bangkok, hingga
kakiku lumpuh total. Apa kamu masih mau berteman denganku?” jawabnya.
“tentu, untuk apa aku malu sepertiya kita enggak perlu deh
main basket. Gimana kalau kamu ke rumahku saja, bunda masak sayur asem plus
ikan asin loh.” jawabku.
“boleh juga tuh udah lama banget deh gak ngerasain makanan
itu eemmm..” katanya.
“oke kalau gitu capcusss.” jawabku sambil mendorong laju
kursi roda dika.
Waktu begitu cepat berlalu dika pun sudah dijemput untuk
pulang oleh mamahnya, padahal rasa kangenku pada dika masih begitu dalam
hihihi..
“ehhh caa, karena jam 1 tadi kita nggak jadi latihan basket.
Berarti besok kamu harus temenin aku ke yayasan kanker yang ada di daerah
jakarta okeh, besok gantian kamu yang ke rumahku ya. Ingat jam 1 siang okeey.”
kata dika berteriak padaku.
“baikalaaaah atur saja dikaa…” jawabku sambil menutup pintu
gerbang.
Keesokkan siang tepat pukul 13.00 aku menepati janjiku untuk
mengantatkan dika menuju yayasan kanker di jakarta.
“dik, sudah siap belum?” tanyaku.
“iya ini sudah kok, yuk berangkat.” jawabnya.
Kami pun pergi menuju yayasan kangker, aku melihat wajah
dika yang begitu senang sekali. Sudah lama aku tidak melihat senyum indahnya
ini, bagaikan pelangi indah dan banyak warna di senyumnya…
Sesampai di yayasan kanker.
“permisi pak, saya ingin menghibur dan bersosialisasi dengan
pasien yang ada disini apa boleh?” tanyaku pada petugas yang sedang berjaga.
“tentu saja boleh kebetulan pasien-pasien sedang bermain di
belakang bersama suster, mari saya antar.” kata penjaga tersebut.
Aku dan dika mengikuti petugas yang membawa kami menemui
pasien-pasien kangker tersebut, sesampai di belakang aku sibuk membagikan balon
dan mainan untuk anak-anak kecil yang terkena penyakit kanker. Pembagianku
terhenti aku lihat ke arah dika dia tertidur pulas. Aku hampiri dia ya tuhan
dia bukan tertidur melainkan dia pingsan, hidungnya mengeluarkan darah. Aku
putuskan untuk membawa dika ke rumah sakit terdekat, dan aku hubungi tante
sindy (mamahnya dika).
Sesampai di rumah sakit pikiranku kacau entah ada apa dengan
dika hingga dia harus masuk ke rumah sakit dan itu ruang ugd, ada apa ini tuhan.
“gimana keadaan dika sayang?” kata tante sindy yang baru
saja datang.
“entah tan, dokter belum keluar dari ruangan ugd.” kataku.
“semoga aja adit masih ada waktu lagi.” jawab tante sindy.
“maksud tante.?” tanyaku heran.
“sebenernya 1 tahun lalu dika divonis kangker otak, ini
permintaan terakhirnya dia ingin pindah ke Indonesia menemui kamu. Bahkan
seharusnya hari ini tepatnya di yayasan kanker itu dia ingin menyatakan
cintanya pada kamu caa.” kata tante sindy.
“jadi kaki dika dan kepala botaknya itu karena kanker tante,
dia bilang sama aku dia kecelakaan enggak tante ini semua itu bohong. Semua itu
bohong kan tante bohong!!!” tangisanku semakin deras entah apa yang aku dengar
aku kesal, kenapa kamu bohongin aku dik..
“sabar sayang, kita harus kuat, dika pasti nggak seneng liat
kita begini.” kata tante sindy sambil memeluk dan membelaiku.
“permisi, dengan keluarga dika diandra.” dokter keluar dari
ruangan ugd tersebut.
“saya ibunya dok.” kata tante sindy.
“maaf saya sudah berusaha semaksimal mungkin tapi sel kanker
yang dika indap sudah tersebar luas hingga ke sel saraf hingga dia tidak
bertahan lagi.” jawab dokter.
Aku berlari menuju mobilku tangisanku benar-benar meledak,
kamu doang yang aku tuggu, kamu doang yang aku nanti tapi, aku memeluk jaket
milik dika yang masih di genggamaku, ada 4 pack permen karet yang sering dulu
aku makan dan sepucuk surat yang bertuliskan
Ketika rambutku rontok dengan perhelainya apa kamu masih mau
membelainya?
Ketika tanganku tak bisa lagi menggenggam tanganmu, apa kamu
masih mau menggenggam tanganku?
Ketika aku terbangun dari tidurku, lalu aku lupa akan
semuanya, apa kamu akan mengingatkanku atau berusaha pergi dariku?
Lalu ketika kakiku lumpuh apa mungkin kau akan
menggendongku. Dan ketika mataku tidak bisa melihat apa kamu mau menuntunku.
Dan yang terakhir ketika detak jantung dan nafasku terhenti. Aku mencintaimu
caa, sejak awal.
Aku pun mencintaimu dik, ketika detik waktu untukmu sudah
berhenti.
Tamat
SUMBER : http://cerpenmu.com/cerpen-persahabatan/akhir-penantian-3.html
No comments:
Post a Comment