DEFINISI KEPEMIMPINAN
Stogdill (1974)
menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan. Hal ini
dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep
kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada
mempunyai beberapa unsur yang sama.
Sarros dan Butchatsky (1996), "leadership is defined as
the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly
agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or common
good". Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai
suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota
kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat
individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988), "leadership
means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way
that achieve high performance".
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki
beberapa implikasi. Antara lain:
Pertama: kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak
lain, yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan
harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian,
tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga.
Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang
dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk
mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan
yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
1. Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada
bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
2. Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan
bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak
mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
3. Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan
bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang
dimilikinya.
4. Referent power, yang didasarkan atas identifikasi
(pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan
pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya.
5. Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam
bidangnya.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau
kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai
situasi.
Ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri
sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion),
pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan
(commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan
kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun
organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan
manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda.
Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara
jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang
benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat
("managers are people who do things right and leaders are people who do
the right thing, "). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki
bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita
mendaki tangga seefisien mungkin.
Model-Model Kepemimpinan
Banyak studi mengenai kecakapan kepemimpinan (leadership
skills) yang dibahas dari berbagai perspektif yang telah dilakukan oleh para
peneliti. Analisis awal tentang kepemimpinan, dari tahun 1900-an hingga tahun
1950-an, memfokuskan perhatian pada perbedaan karakteristik antara pemimpin
(leaders) dan pengikut/karyawan (followers). Karena hasil penelitian pada saat
periode tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat satu pun sifat atau watak
(trait) atau kombinasi sifat atau watak yang dapat menerangkan sepenuhnya
tentang kemampuan para pemimpin, maka perhatian para peneliti bergeser pada
masalah pengaruh situasi terhadap kemampuan dan tingkah laku para pemimpin.
Studi-studi kepemimpinan selanjutnya berfokus pada tingkah
laku yang diperagakan oleh para pemimpin yang efektif. Untuk memahami
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkah laku para pemimpin yang
efektif, para peneliti menggunakan model kontingensi (contingency model).
Dengan model kontingensi tersebut para peneliti menguji keterkaitan antara
watak pribadi, variabel-variabel situasi dan keefektifan pemimpin.
Studi-studi tentang kepemimpinan pada tahun 1970-an dan
1980-an, sekali lagi memfokuskan perhatiannya kepada karakteristik individual
para pemimpin yang mempengaruhi keefektifan mereka dan keberhasilan organisasi
yang mereka pimpin. Hasil-hasil penelitian pada periode tahun 1970-an dan
1980-an mengarah kepada kesimpulan bahwa pemimpin dan kepemimpinan adalah
persoalan yang sangat penting untuk dipelajari (crucial), namun kedua hal
tersebut disadari sebagai komponen organisasi yang sangat komplek.
Dalam perkembangannya, model yang relatif baru dalam studi
kepemimpinan disebut sebagai model kepemimpinan transformasional. Model ini
dianggap sebagai model yang terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin.
Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang
dikembangkan dalam pendekatan watak, gaya dan kontingensi.
Berikut ini akan dibahas tentang perkembangan pemikiran
ahli-ahli manajemen mengenai
model-model kepemimpinan yang ada dalam literatur.
(a) Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership)
Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal
mencoba meneliti tentang watak
individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti
misalnya: kecerdasan, kejujuran,
kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam
bergaul, status sosial ekonomi
mereka dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974).
Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori
faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas,
prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun demikian
banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara
pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung
dengan hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah
faktor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para
pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk
mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang
baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara
karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi
tingkat signifikasinya sangat rendah(Stogdill 1970).
Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa "leadership is a
relation that exists between persons in a social situation, and that persons
who are leaders in one situation may not necessarily be leaders in other
situation" (Stogdill 1970). Apabila kepemimpinan didasarkan pada faktor
situasi, maka pengaruh watak yang dimiliki oleh para pemimpin mempunyai
pengaruh yang tidak signifikan. Kegagalan studi-studi tentang kepimpinan pada
periode awal ini, yang tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas
antara watak pribadi pemimpin dan kepemimpinan, membuat para peneliti untuk
mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor
situasi, yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik
antara pemimpin dan pengikut.
(b) Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional
Leadership)
Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model
watak kepemimpinan
dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu
kemampuan kepemimpinan. Studi
tentang kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi
karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat
seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif
dan efisien. Dan juga model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan
fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin.
Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih
menentukan keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan dengan watak pribadinya.
Menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini, seseorang bisa dianggap
sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau keadaan yang
dihadapi. Banyak studi yang mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik situasi
khusus yang bagaimana yang mempengaruhi kinerja para pemimpin.Hoy dan Miskel
(1987), misalnya, menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi
kinerja pemimpin, yaitu sifat struktural organisasi (structural properties of
the organisation), iklim atau lingkungan organisasi (organisational climate),
karakteristik tugas atau peran (role characteristics) dan karakteristik bawahan
(subordinate characteristics). Kajian model kepemimpinan situasional lebih
menjelaskan fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu. Namun
demikian model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat
memprediksikan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang mana yang lebih
efektif dalam situasi tertentu.
(c) Model Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders)
Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang
tipe-tipe tingkah laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif.
Tingkah laku para pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu
struktur kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi (consideration).
Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana para pemimpin
mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan
kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha para
pemimpin mencapai tujuan organisasi. Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai
sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh
mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan seperti
misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang
mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi ini juga
dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi
dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi (human relations).
Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan bahwa
tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi
terhadap dua aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin yang efektif
adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat
terstruktur, dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling
percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara
ringkas, model kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang
efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia
sekaligus dalam organisasinya.
(d) Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model)
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada
kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan
variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi
bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka
model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni
pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan
watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model
kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin
terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya
kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of
the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi
keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin
dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan
kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai
sejauh mana pemimpin itu
dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan
untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh
mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh
mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan
prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan
atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam
organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari
tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai
sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan
hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model
kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin
ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik
situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan
dalam 4 kelompok: supportive leadership(menunjukkan perhatian terhadap
kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive
leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur
dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan
dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan
tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat
menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para
bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan
dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih
sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan
dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi
yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi,
tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
(e) Model Kepemimpinan Transformasional (Model of
Transformational Leadership)
Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang
relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu
penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional.
Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model
kepemimpinan transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model
kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas
birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada
hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu
dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu,
pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas
organisasi.
Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab
mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian
penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa
model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin
perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih
dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu
mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan
bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.Hater dan Bass
(1988) menyatakan bahwa "the dynamic of transformational leadership
involve strong personal identification with the leader, joining in a shared
vision of the future, or goingbeyond the self-interest exchange of rewards for
compliance". Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan pemimpin
yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa
organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harusmempunyai
kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta
mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa
yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin
transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas
mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang
lebih besar.
Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin
transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik,
menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian pada
perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti
yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna (1990), keberadaan para pemimpin
transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi
maupun pada tingkat individu.
Dalam buku mereka yang berjudul "Improving Organizational
Effectiveness through Transformational Leadership", Bass dan Avolio (1994)
mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang
disebutnya sebagai "the Four I's". Dimensi yang pertama disebutnya
sebagai idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi yang pertama ini
digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi,
menghormati dan sekaligus mempercayainya. Dimensi yang kedua disebut sebagai
inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin
transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan
pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya
terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi
melalui penumbuhan entusiasme dan optimisme. Dimensi yang ketiga disebut
sebagai intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin
transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang
kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan
memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang
baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Dimensi yang terakhir disebut
sebagai individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini,
pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau
mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus
mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir. Walaupun
penelitian mengenai model transformasional ini termasuk relatif baru, beberapa
hasil penelitian mendukung validitas keempat dimensi yang dipaparkan oleh Bass
dan Avilio di atas. Banyak peneliti dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa
model kepemimpinan transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik
dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996). Konsep
kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan
dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, dan
juga konsep kepemimpinan transformasional menggabungkan dan menyempurnakan
konsep-konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi (seperti
misalnya Weber 1947) dan ahli-ahli politik (seperti misalnya Burns 1978).
Beberapa ahli manajemen menjelaskan konsep-konsep
kepimimpinan yang mirip dengan kepemimpinan transformasional sebagai
kepemimpinan yang karismatik, inspirasional dan yang mempunyai visi
(visionary). Meskipun terminologi yang digunakan berbeda, namun fenomenafenomana
kepemimpinan yang digambarkan dalam konsep-konsep tersebut lebih banyak
persamaannya daripada perbedaannya. Bryman (1992) menyebut kepemimpinan
transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan
Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos
(breakthrough leadership).
Disebut sebagai penerobos karena pemimpim semacam ini
mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar
terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki kembali
(reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan
organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur,
proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan
cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan
mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap
tidak mungkin dilaksanakan. Pemimpin penerobos memahami pentingnya
perubahan-perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan
mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. Pemimpin penerobos
mempunyai pemikiran yang metanoiac, dan dengan bekal pemikiran ini sang
pemimpin mampu menciptakan pergesaran paradigma untuk mengembangkan
Praktekorganisasi yang sekarang dengan yang lebih baru dan lebih relevan.
Metanoia berasaldari kata Yunani meta yang berarti perubahan, dan nous/noos
yang berarti pikiran.
Dengan perkembangan globalisasi ekonomi yang makin nyata,
kondisi di berbagai pasar dunia makin ditandai dengan kompetisi yang sangat
tinggi (hyper-competition). Tiap keunggulan daya saing perusahaan yang terlibat
dalam permainan global (global game) menjadi bersifat sementara (transitory).
Oleh karena itu, perusahaan sebagai pemain dalam permainan global harus terus
menerus mentransformasi seluruh aspek manajemen internal perusahaan agar selalu
relevan dengan kondisi persaingan baru.
Pemimpin transformasional dianggap sebagai model pemimpin
yang tepat dan yang mampu untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi,
produktifitas, dan inovasi usaha guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang
lebih bersaing.
Referensi:
Bass, B.M. and Avolio, B.J., 1994, Improving Organizational
Effectiveness through Transformational Leadership, Sage, Thousand Oaks.
Bass, B.M., 1960, Leadership, Psychology and Organizational
Behavior, Harper and Brothers, New York.
Bennis, W.G. and Nanus, B., 1985, Leaders: The Strategies
for Taking Charge, Harper and Row, New York.
Bryman, A., 1992, Charisma and Leadership in Organizations,
Sage, London.
Burns, J.M., 1978, Leadership, Harper and Row, New York.
Fiedler, F.E., 1967, A Theory of Leadership Effectiveness,
McGraw-Hill, New York.
French, J. and Raven, B., 1967, 'The basis of social power',
in D. Cartwright and A. Zander (eds.), Group
Macam – macam Tipe Kepemimpinan:
1. Tipe Kepemimpinan Kharismatis
Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya
tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia
mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa
dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib
(supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya
sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki
inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas
kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.
2. Tipe Kepemimpinan Paternalistis/Maternalistik
Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan
kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) mereka
menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak
sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka bersikap terlalu melindungi, (3)
mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan
sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan
kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya
kreativitas mereka sendiri, (6) selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda
dengan tipe kepemimpinan paternalistik, yang membedakan adalah dalam
kepemimpinan maternalistik terdapat sikapover-protective atau terlalu
melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih lebihan.
3. Tipe Kepemimpinan Militeristik
Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe
kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik
adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat
otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan
mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual
dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang
keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan
kritikan-kritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah.
4. Tipe Kepemimpinan Otokratis (Outhoritative, Dominator)
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1)
mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2)
pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai
situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri, (5)
bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan
tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik terhadap segenap anak
buah diberikan atas pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap eksklusivisme, (8)
selalu ingin berkuasa secara absolut, (9) sikap dan prinsipnya sangat
konservatif, kuno, ketat dan kaku, (10) pemimpin ini akan bersikap baik pada
bawahan apabila mereka patuh.
5. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin,
dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin
tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan
dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya
berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai
wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi
kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai
pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem
nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan
kacau balau.
6. Tipe Kepemimpinan Populistis
Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai
masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan
hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali
sikap nasionalisme.
7. Tipe Kepemimpinan Administratif/Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang
mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya
biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang
mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Oleh karena itu dapat
tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien dalam pemerintahan.
Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu
teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah
masyarakat.
8. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan
memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi
pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab
internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan
demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada
partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau
mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para
spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap
anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.
Refleksi dari Tipe Kepemimpinan tsb:
Pada dasarnya Tipe kepemimpinan ini bukan suatu hal yang
mutlak untuk diterapkan, karena pada dasarnya semua jenis gaya kepemimpinan itu
memiliki keunggulan masing-masing. Pada situasi atau keadaan tertentu
dibutuhkan gaya kepemimpinan yang otoriter, walaupun pada umumnya gaya
kepemimpinan yang demokratis lebih bermanfaat. Oleh karena itu dalam
aplikasinya, tinggal bagaimana kita menyesuaikan gaya kepemimpinan yang akan
diterapkan dalam keluarga, organisasi/perusahan sesuai dengan situasi dan
kondisi yang menuntut diterapkannnya gaya kepemimpinan tertentu untuk
mendapatkan manfaat.
A. Teori Timbulnya Kepemimpinan
Di antara berbagai teori yang menjelaskan sebab-sebab
timbulnya kepemimpinan terdapat tiga teori yang menonjol, yaitu :
1. Teori Keturunan (Heriditary Theory)
2. Teori Kejiwaan (Psychological Theory)
3. Teori Lingkungan (Ecological Theory)
Masing – masing teori dapat dikemukakan secara singkat :
1. Teori Keturunan
Inti daripada teori ini, ialah :
a. Leaders are born not made.
b. Seorang pemimpin menjadi pemimpin karena bakat – bakat
yang dimiliki sejak dalam kandungan.
c. Seorang pemimpin lahir karena memamng ditakdirkan. Dalam
situasi apapun tetap muncul menjadi pemimpin karena bakat-bakatnya.
2. Teori Kejiwaan.
a. Leaders are made and not born.
b. Merupakan kebalikan atau lawan dari teori keturunan.
c. Setiap orang bias menjadi pemimpin melalui proses
pendidikan dan pengalaman yang cukup.
3. Teori Ekologis
a. Timbul sebagai reaksi terhadap teori genetis dan teori
social.
b. Seseorang hanya akan berhasil menjadi seorang pemimpin,
apabila pada waktu ahir telah memiliki bakat, dan bakat tersebut kemudian
dikembangkan melalui proses pendidikan yang teratur dan pengalaman.
c. Teori ini memanfaatkan segi-segi positif teori genetis
dan teori social.
d. Teori yang mendekati kebenaran.B. Teori Kepemimpinan
Berdasarkan Sifat
Di tinjau dari segi sejarah, pemimpin atau kepemimpinan
lahir sejak nenek moyang, sejak terjadinya hubungan kerjasama atau usaha
bersama antara manusia yang satu dengan dengan manusia yang lain untuk menjapai
tujuan bersama yang telah ditetapkan. Jadi kepemimpinan lahir bersama – sama
timbulnya peradaban manusia.
• Machiavelli
Ia terkenal tentang nasehatnya mengenai kebijaksanaan yang
harus dimiliki oleh seorang Perdana Mentri, yaitu antara lain harus mempunyai
keahlian dalam :
a. Upacara – upacara ritual, kebaktian keagamaan
b. Peratuaran dan perundang – undangan
c. Pemindahan dan pengangkutan
d. Pemberian honorium/pembayaran dan kepangkatan
e. Upacara – upacara dan adat kebiasaan.
f. Pemindahan pegawai untuk menhindarkan kegagalan
g. Bertani dan pekerjaan lainnya.
• Empuh Prapanca dengan bukunya yang terkenal Negara
Kertagama menyebut 15 sifat yang baik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin
yaitu:
a. Wijana, sikap bijaksana
b. Mantri wira, sebagai pembela negara sejati
c. Wicaksaning naya, bijaksana dalam arti melihat masa lalu,
kemampuan analisa, mengambil keputusan dengan cepat dan tepat.
d. Matanggwan, mendapat kepercayaan yang tinggi dari yang
dipimpinnya.
e. Satya bakti haprabu, setia dan bakati kepada atasan
(loyalitas).
f. Wakjana, pandai berpidato dan berdiplomasi.
g. Sajjawopasama, tidak sombong, rendah hati, manusiawi.
h. Dhirrottsaha, bersifat rajin sungguh- sungguh kreatif dan
penuh inisiatif.
i. Tan-lalana, bersifat gembira, periang.
j. Disyacitra, Jujur terbuka.
k. Tancatrisan, tidak egoistis.
l. Masihi Samastha Bhuwana, bersifat penyayang, cinta alam.
m. Ginong Pratidina, tekun menegakkan kebenaran.
n. Sumantri, sebagai abdi negara yang baik.
o. Ansyaken musuh, mampuh memusnakan setiap lawan.
• Ajaran Hasta Brata.
Hasta Bhrata (delapan pedoman pilihan) yang terdapat dalam
kitab Ramayana berisi sifat - sifat positif sebagai pedoman bagi setiap
pemimpin adalah :
a. Sifat matahari (surya) Yaitu:
- Menerangi dunia dan memberi kehidupan pada semua mahluk.
- Menjadi penerang selurah rakyat.
- Jujur dan rajin bekerja sehingga negara aman dan sentosa.
b. Sifat bulan (candra) yaitu:
- Memberi penerangan terhadap rakyat yang sedang dalam
kegelapan (kesulitan)
- Menerangkan perasaan dan melindungi rakyat sehingga terasa
tentram untuk menjalankan tugas masing- masing.
c. Sifat Bintang (kartika) yaitu:
- Menjadi pusat pandangan sumber susila dan budaya, dan
menjadi suri tauladan
d. Sifat Awan yaitu :
- Dapat menciptakan kewibawaan
- Tindakan mendorong agar rakyat tetap taat.
e. Sifat Bumi yaitu:
- Ucapanya sederhana.
- Teguh, dan kokoh pendiriannya.
f. Sifat Samudera,yaitu:
- mempunyai pandangan yang luas
- membuat rakyat seia sekata.
g. Sifat Api (Agni) yaitu:
- Menghukum siapa saja yang bersalah tanpa pandang bulu.
h. Sifat Angin (Bayu) yaitu :
- terbuka dan tidak ragu – ragu terhadap semua masalah.
- Bersikap adil terhadap siapa pun.
• The Traits and abilities Theory yang dikemukakan oleh
stogdill dengan menekan pada kwalitas individu dan terdapat relevansi yang erat
antara sifat dan kepemimpinan (capacity, status, participation,
responsibility,achievement).
C. Teori Kepemimpinan Berdasarkan Tingkah Laku
Dengan memusatkan pada ciri-ciri dan gaya yang dimiliki oleh
setiap pemimpin yang bersangkutan, mereka yakin akan berhasil dalam
melaksanakan tugas kepemimpinannya. Sehingga gaya dan ciri-ciri tersebut akan
menimbulkan berbagai tipe.
Ada beberapa tipe kepemimpinan.
1. Tipe Otoriter
Tipe ini mempunyai sifat-sifat:
a. Semua kebijaksanaan ditentukan oleh pemimpin
b. Organisasi dianggap milik pribadi pemimpin
c. Segala tugas dan pelaksanaannya ditentukan oleh pemimpin
.
d. Kurang ada partisipasi dari bawahan .
e. Tidak menerima kritik, saran dan pendapat bawahan .
2. Tipe Demokratis
a. Semua kebijaksanaan dan keputusan dilakukan sebagai hasil
diskusi dan musyawarah .
b. Kebijaksanaan yang akan dating ditentukan melalui
musyawarah dan diskusi.
c. Anggota kelompok, bebas bekerjasama dengan anggota yang
lain, dan berbagai tugas diserahkan kepada kelompok .
d. Kritik dan pujian bersifat objektif dan berdasarkan
fakta-fakta .
e. Pemimpin ikut berpartisipasi dalam kegiatan sebagai
anggota biasa .
f. Mengutamakan kerjasama .
3. Tipe Semuanya
a. Kebebasan diberikan sepenuhnya kepada kelompok atau
perseorangan di dalam pengambilan kebijaksanaan maupun keputusan .
b. Pemimpin tidak terlibat dalam musyawarah kerja .
c. Kerjasama antara anggota tanpa campur tangan pemimpin .
d. Tidak ada kritik, pujian atau usaha mengatur kegiatan
pemimpin .
Di samping ketiga gaya kepemimpinan diatas Sondang
P.Siagian, MPA.,Ph.D. mengemukakan tipe pemimpin yang lain, ialah:
4. Tipe Militeristis
a. Lebih sering mempergunakan perintah terhadap bawahan .
b. Perintah terhadap bawahan sangat tergantung pada pangkat
dan jabatan .
c. Menyenangi hal-hal yang bersifat formal .
d. Sukar menerima kritik .
e. Menggemari berbagai upacara .
5. Tipe Paternalistik
a. Bersikap melindungi bawahan .
b. Bawahan dianggap manusia yang belum dewasa .
c. Jarang ada kesempatan pada bawahan untuk mengambil
inisiatif .
d. Bersikap maha tahu .
6. Tipe Karismatis
a. Mempunyai daya tarik yang besar, oleh karenanya mempunyai
pengikut yang besar .
b. Daya tarik yang besar tersebut kemungkinan disebabkan
adanya kekuatan gaib (supernature) .
Disamping teori yang telah dikemukakan diatas, ada teori
lain yang Dikemukakan oleh W.J. Reddin dalam artikelnya yang berjudul “What
Kind of Manager”.
Ada tiga pola dasar yang dapat dipakai untuk menentukan
watak atau tipe seorang pemimpin. Ketiga pola dasar tersebut :
1. Berorientasi tugas (task orientation).
2. Berorientasi pada hubungan kerja (Relationship
orientation).
3. Berorientasi pada hasil (effectiveness orientation).
Berdasarkan sedikit banyaknya orientasi atau penekanan
ketiga hal diatas pada diri seorang pemimpin akan dapat ditentukan delapan tipe
pemimpin masing-masing ialah:
1. Deserter
2. Bureaucrat
3. Missionary
4. Developer
5. Autocrat
6. Benevolent autocrat
7. Compromiser
8. Executive
SUMBER : http://tugasfarrell.blogspot.com